Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan (TP4)
Surabaya, PMO – Pembentukan Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4P) dan Daerah (TP4D), yang sudah berjalan sejak Oktober 2015 lalu menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat. Sebab, peran masyarakat dalam mengawasi anggaran maupun pembangunan baik pemerintah pusat maupun daerah terkesan dikesampingkan. Hal ini tidak sejalan dengan slogan pemerintah, bahwa masyarakat selalu dilibatkan dalam setiap pembangunan yang menggunakan hasil pajak dari masyarakat itu sendiri.
Pengamatan Panggung Modus Operandi di beberapa proyek pembangunan insfrastruktur di Jawa Tengah, terdapat papan pengumuman yang mencantumkan bahwa proyek tersebut sudah dikawal dan diamankan oleh kejaksaan melalui TP4D. sehingga membuat masyarakat bingung dan takut untuk mengawasi setiap pembangunan yang sedang berlangsung.
Dari beberapa sumber yang berhasil ditemui, mereka mengaku bingung dan banyak kejanggal terkait papan pengumuman tersebut. karena, tidak dicantumkannya nomor kontrak proyek yang dikawal. Sehingga masyarakat menjadi bertanya-tanya, apa yang sebenarnya diawasi oleh TP4D. Dalam pelaksanaannya TP4 menimbulkan muti tafsir, mengingat tidak ada tugas dan fungsi Kejaksaan RI dalam kerangka penegakan hukum sebagaimana dimaksud UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan peraturan mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan, untuk melakukan pengawalan dan pengamanan.
Perlu dibangun pola hubungan kerjasama yang tegas dan jelas antara aparat Kejaksaan dengan pimpinan Kementerian/lembaga atau Pemda atau pimpinan BUMN dalam rangka “pengawalan dan pengamanan” dengan tetap menjaga dan menghormati tugas dan kewenangan masing-masing (independensi institusi).
Menyangkut mekanisme dan susunan TP4 memberikan kesempatan utama kepada Jaksa Pengacara Negara (Bidang Datun), mengingat aparat Intelijen Kejaksaan mempunyai peran ganda dalam proses penegakan hukum, baik preventif/edukatif maupun represif sehingga dapat mengurangi roh pelaksanaan tugas penyelidikan tindak pidana korupsi. sedangkan Datun, fungsi memberikan pendampingan dan pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah memang sudah berjalan, dan seyogyanya momen ini digunakan semaksimal mungkin oleh bidang datun sebagai Jaksa Pengacara Negara.
Dalam butir ke enam intruksi Presiden (Inpres) No. 7 tahun 2015 menjelaskan, bahwa Kejaksaan Agung dan Kepolisian harus mengedepankan proses administrasi sebelum melakukan penyidikan atas laporan masyarakat. Meneruskan/menyampaikan laporan masyarakat kepada pimpinan kementerian/lembaga atau pemerintah daerah termasuk pemeriksaan oleh aparat pengawasan internal pemerintah. Sehingga pemeriksaan oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) tidak menimbulkan konflik kepentingan, dan tidak mempublikasikan pemeriksaan secara luas kepada masyarakat luas sebelum penyelidikan. Sebagai tafsir peraturan internal mengenai tata cara penanganan laporan masyarakat.
TP4 sendiri akhirnya resmi di bentuk pada 5 Oktober 2015, oleh Jaksa Agung HM Prasetyo. Ini terkait sambutan Presiden Jokowi, bahwa Kejaksaan dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya sebagai penegak hukum harus berada digarda terdepan, sekaligus tidak sembarangan khususnya terhadap penanganan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembangunan.
Prasetyo mengatakan, Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4P) dan Daerah (TP4D) dibentuk sesuai Inpres No 7 tahun 2015. Pembentukan tim ini sendiri sebagai jawaban atas kekhawatiran para pejabat pusat dan daerah akan dipidanakan, menyusul aturan Gubernur, Walikota dan Bupati dalam melaksanakan program atau proyek pemerintah. Akibat keengganan itu, penyerapan anggaran pemerintah di pusat dan daerah sangat rendah. Pembangunan, akhirnya tersendat.
“Tim kami (Kejaksaan) akan ada di semua tingkatan. Di Kejaksaan Agung (Pusat) namanya TP4P. Di Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) namanya TP4D,” kata Prasetyo kepada wartawan, di Kejaksaan Agung.
Menurut Prasetyo, TP4P dan TP4D, nantinya akan mendampingi, pengawalan kepada setiap kepala daerah, yang akan melaksanakan program pembangunan, di setiap tingkatan, baik pusat maupun daerah tingkat satu dan tingkat dua.
“Silahkan (para pejabat setiap tingkatan) memanfaatkan tim itu, sehingga tidak akan ada lagi ketakutan pejabat saat menggunakan dana pemerintah.”
Dia menjelaskan TP4P dan TP4D tidak akan tumpang tindih dalam melaksanakan pengawasan dengan Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan dan Keuangan (BPKP), sebab memiliki tujuan yang sama, agar tidak terjadi penyimpangan.
“Mekanismenya, nanti setiap kali mereka melakukan kegiatan program pembangunan. Pemimpin daerah bisa komunikasi dengan kami, agar mereka tak takut lagi. Di Kejari, Kejati, dan Kejagung ada.”
AKUR
Prasetyo melanjutkan bentuk dari pendampingan dan pengawasan itu, antara lain berupa pendapat hukum (legal opinion).
“Terserah apa yang mereka minta asalkan tak ada penyimpanan.” Tambahnya.
Namun demikian, dia mengingatkan dengan pendmpingan ini, bukan berarti institusinya “mengamini’, jika ada penyimpangan.
“Bila dalam perjalanan, ditemukan penyimpangan. Ya kami akan lakukan tindakan. Bagaimana pun kami ingin amankan uang rakyat. Sesuai program kami AKUR. Ayo Kawal Uang Rakyat,” terang Prasetyo.
Sebelumnya, mantan Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan ada anggaran pembangunan sekitar Rp270 triliun yang belum terpakai di daerah karena pemerintah daerah (Pemda) cenderung takut untuk memanfaatkannya.
“Jadi kita berharap, adanya tim pendampingan ini, tidak ada lagi alasan para pejabat daerah takut mengeksekusi dana dari pemerintah,” tutur Luhut.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Muhammad Rum menjelaskan sejumlah capaian kinerja tim pengawalan sepanjang tahun 2016.
Menurut Rum, prestasi mereka yang mendapatkan apresiasi pemerintah adalah pendampingan proyek pengadaan penyewaan pembangkit listrik terapung di 5 daerah di Indonesia.
“Pendampingan hukum yang diberikan TP4P membuat PLN berhemat Rp1,5 triliun per tahun,” kata Rum saat jumpa pers pencapaian kinerja Kejaksaan Agung pada 2016, di Kejaksaan Agung, Jakarta.
Rum manambahkan, TP4P juga memiliki andil dalam mempercepat pembangunan transmisi Tanjung Uban-Sri Bintan-Air Raja-Kijang dengan gardu induk Sri Bintan, dari dua tahun menjadi tiga bulan. Percepatan proyek itu, kata Rum, membuat PLN menghemat keuangan negara Rp11,26 miliar per bulan.
Selain itu, tim ini juga ikut membantu negara dalam membebaskan lahan untuk pembangunan jalan by pass Kota Padang, sehingga proyek dapat selesai sebelum habis tenggat waktu proyek.
Kritik
Desakan untuk mengevaluasi kinerja Jaksa Agung kembali muncul. Hal ini, terkait keberadaan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan serta Pembangunan (TP4). Tim yang digulirkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) itu menuai kritik.
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai, keberadaan tim yang disebut-sebut Kejagung telah melajukan pemetaan di enam kementerian/lembaga yakni Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian ESDM, Kementerian Desa, Kementerian Pertanian dan BUMN PLN, sangat janggal.
“Aneh, mengapa hanya lima kementerian dan PLN saja yang diawasi, dan tupoksi TP4 ini jelas tumpang tindih dengan program binmatkum serta gakkumdu yang sudah lama ada di kejaksaan,” kata Margarito.
Lebih lanjut, Margarito menilai, tidak ada jaminan adanya pidana korupsi yang dilakukan tiap kementerian atau lembaga yang diawasi TP4 justru membuat program ini tidak efektif dan pemborosan anggaran.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi W Eddyono juga mengkritik Pembentukan TP4P dan TP4D seolah garansi dari Jaksa Agung bahwa proyek tersebut bebas penyelewengan.
“Nah, kalau ternyata ada penyelewengan bagaimana? Bakal menjadi senjata makan tuan,” katanya seperti dikutip dari tirto.co.
Menurut Supriyadi, guna mengawal proyek pembangunan infrastruktur, pemerintah seharusnya memaksimalkan institusi-institusi pemerintah yang melakukan pengawasan seperti inspektorat di masing-masing kementerian, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Ditempat terpisah, Lembaga Bantuan Hukum Pelangi Nusantara Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau berpendapat, termasuk pelanggaran bila dana dari APBD digunakan untuk honor Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4D) bentukan Kejaksaan Agung.
Koordinator LBH Pelangi Nusantara Abdul Rachman mengatakan, Anggaran operasional TP4D berasal dari Kejagung, sehingga penggunaan dana APBD, apa pun dalih dan alasannya dapat dikategorikan pelanggaran dan membebani keuangan daerah.
Abdul menjelaskan, anggaran operasional TP4D dari Kejagung, diatur atau dijabarkan secara jelas dalam Keputusan Jaksa Agung No 152/A/JA/10/2015. Dan sangat jelas disebutkan bahwa pembentukan TP4D adalah dalam rangka percepatan realisasi proyek-proyek strategis nasional sesuai dengan Instruksi Presiden No 01 tahun 2016.
Menurut dia, Keputusan Jaksa Agung tersebut, jika ditelaah secara rinci menyebutkan bahwa kejaksaan sebenarnya memiliki fungsi penyuluhan dan pendampingan hukum.
“Tidak lebih dari itu, dan ini juga mengacu pada Undang-Undang No 16 tahun 2014 tentang Kejaksaan Agung, bahwa tugas pokok jaksa itu adalah penuntut (dari) negara, peningkatan sadar hukum. Tidak mungkin kejaksaan ikut-ikut mengurusi persoalan teknis,” tuturnya.
“Kebiri” UU Jaksa
Abdul Rachman menilai, kehadiran TP4D berdasarkan Inpres No 7/2015 dan ditindaklanjuti Inpres No 1/2016 “mengebiri” UU No 40 tahun 2015 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Jaksa.
Dia menambahkan, TP4D seharusnya tidak terlalu represif tetapi cukup pada posisi pencegahan agar tidak terkesan masuk dalam ranah teknis proyek.
Dia juga menyebutkan bahwa Inpres itu seharusnya tidak perlu melibatkan Polri dan kejaksaan dalam posisi dilematis sebagai penegak hukum, namun di sisi lain melakukan pendampingan dalam pencegahan penyimpangan di kalangan pengguna anggaran. Tim PMO