Jakarta, Panggung Modus Operandi – Sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2013 dan perubahannya yang terakhir Peraturan Gubernur Nomor 161 Tahun 2014 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah, pencairan dana untuk kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dibiayai dari APBD Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, sepatutnya dilengkapi dengan dokumen pelaksanaan kegiatan atau Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
Namun masih ada SKPD yang diduga melakukan pencairan dana kegiatan tanpa dilengkapi dengan dokumen pelaksanaan kegiatan atau SPJ di Wilayah Pemprov DKI Jakarta.
Berawal dari adanya realisasi kegiatan yang dibiayai dari APBD Pemprov DKI Jakarta Tahun Anggaran 2017 yang dipublikasi oleh Bappeda melalui Sistem Informasi Monitoring dan Evaluasi (Monev), realisasi keuangan untuk kegiatan Kelurahan Petukangan Utara Jaksel lebih tinggi dari realisasi fisik.
Realisasi keuangan sebesar 90,3134% (sembilan puluh koma tiga ribu seratus tiga puluh satu persen) dan realisasi fisik sebesar 67,8562% (enam puluh tujuh koma delapan ribu lima ratus enam puluh dua persen). Selisih realisasi keuangan dengan realisasi fisik sebesar 22,4572% (dua puluh dua koma empat ribu lima ratus tujuh puluh dua persen).
Realisasi keuangan lebih tinggi dari realisasi fisik timbul diduga karena ada pencairan dana kegiatan Kelurahan Petukangan Utara Jaksel TA. 2017 tanpa dilengkapi dengan dokumen pelaksanaan kegiatan atau SPJ.
Jumlah anggaran kegiatan Kelurahan Petukangan Utara Jaksel TA. 2017 dari APBD sebesar Rp. 9.111.020.974,- (sembilan milyar seratus sebelas juta dua puluh ribu sembilan ratus tujuh puluh empat rupiah).
Pencairan dana kegiatan yang diduga tanpa dilengkapi dengan dokumen pelaksanaan kegiatan atau SPJ sebesar Rp. 2.046.080.202,- (dua milyar empat puluh enam juta delapan puluh ribu dua ratus dua rupiah).
Penyebab timbulnya realisasi keuangan lebih tinggi dari realisasi fisik tersebut dikonfirmasi melalui pesan singkat kepada Lurah Petukangan Utara pada tanggal 20 Desember 2017, Fachrul Hidayat menjawab, “saya cek dulu”, jawabnya melalui pesan singkat.
Namun sampai awal Januari 2018, Fachrul Hidayat belum berkenan menjawab konfirmasi apa yang menyebabkan timbulnya realisasi keuangan lebih tinggi dari realisasi fisik.
Kemudian hal tersebut dikonfirmasi tertulis kepada Lurah Petukangan Utara dengan surat nomor : 004/PMO/Konf/JKT/I/2018 pada tanggal 15 Januari 2018.
Pada tanggal 16 Januari 2018, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kelurahan Petukangan Utara bernama Sismintarsih menjawab konfirmasi dengan surat nomor 39/1.752.13.
Isi dari surat jawaban tersebut adalah : Menindaklanjuti surat dari Modus Operandi nomor 004/PMO/Konf/JKT/I/2018 perihal konfirmasi terkait Realisasi Keuangan Lebih Tinggi dari Realisasi Fisik pada sistem monev untuk kegiatan Kelurahan Petukangan Utara Jakarta Selatan Tahun Anggaran 2017, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pasal 1 ayat 12, dimana pemohon informasi publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam undang-undang dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik pasal 8 ayat 1, dimana pemohon wajib melengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut :
(1) Mengisi formulir permohonan informasi, (2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), (3) Identitas pemohon berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi pemohon atas nama lembaga/organisasi maka yang diburuhkan adalah Kartu Tanda Penduduk pimpinan lembaga/organisasi, (4) Bagi pemohon atas nama lembaga/organisasi maka wajib menyertakan Akte Pendirian organisasi/Surat Keputusan Pembentukan Organisasi.
Surat jawaban dari Sismintarsih selaku PPID Kelurahan Petukangan Utara Jaksel tersebut diduga menutupi apa sebenarnya yang terjadi pada pencairan dana kegiatan Kelurahan Petukangan Utara Jaksel TA. 2017.
Surat jawaban tersebut terindikasi penyimpangan terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan diduga menghambat atau menghalangi pelaksanaan fungsi pers untuk mencari, memperoleh, memiliki dan mengolah informasi.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 telah jelas diatur bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi fungsi pers dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Demi terciptanya transparansi pelaksanaan anggaran kegiatan Kelurahan Petukangan Utara Jaksel TA. 2017 yang dibiayai dari APBD Pemprov DKI Jakarta, Fachrul Hidayat selaku Lurah sepatutnya transparan dan menjawab konfirmasi sesuai dengan apa yang dipertanyakan.(Polman/Tim)